なにがあっても、あきらめないで

in

Tentang Bermain Hati

Selingkuh nggak pernah sekalipun terlintas dalam pikiranku, meski sering kali aku lihat di sinetron-sinetron yang setiap malam, terpaksa, aku tonton karena remote TV disekap oleh emak. Mungkin, akan kuceritakan bagaimana awal mula aku bisa terperangkap dalam permainan berbahaya, yang konon katanya lebih berbahaya dari pada menggosok gigi macan yang sedang berpuasa.

Dia adalah Yoni, teman sepermainanku sejak TK, rumah kami hanya berjarak 3 rumah tetangga saja. Dia anak yang biasa-biasa saja, yang kurang lebih sama saja denganku. Jika kami berjalan-jalan di suatu sore menuju lapangan, maka sebagaian menganggap kami kembar atau bersaudara, dan kadang bagi orang-orang post-modern, kami adalah sepasang kekasih. Yang terakhir itu membuatku mulas, ya tentu saja, kalaupun aku harus menyukai sesama jenis, aku harus selektif, Lee Min Ho jadi patokanku. Bukannya malah Yoni yang kurus agak cacingan begitu.

Secara umum aku kalah dari Yoni, dia mampu masuk kelas favorit, dan aku masuk kelas reguler. Oiya, kami memang satu sekolah. Dan hal yang lebih penting, dia punya pacar sejak masuk SMA di sekolah kami, sementara aku tidak. Eits, tapi bukannya nggak punya, tapi pacarku beda sekolah. Kira-kira 3 bulan yang lalu kami balikan.  Yaah, sekali lagi aku kalah dengan Yoni yang dapet pacar baru di SMA, pacarku sekarang adalah pacarku dulu jaman SMP.

Yoni jago sekali kalau ngajak cewek ngobrol, atau apa itu memang keahlian cowok pada umumnya. Dia seringkali menunjukan cewek-cewek incarannya, yang rata-rata bukan tipeku. Yoni penyuka cewek religius, berjilbab. Bukannya apa, tapi aku selalu merasa imanku terlalu lemah dibanding cewek seperti itu. Semacam setan yang ngeri melihat kyai.

Tapi dia berubah saat kami masuk LBB. Dalam kelas ini siswa cowok hanya 10%, yang jelas saja menjadi surga mata para cowok-cowok gatel. Yoni berhasil berkenalan dengan beberapa cewek yang rata-rata memang kece-kece. Akupun akhirnya jadi kenal dengan mereka, ‘efek bayangan’ jika aku menyebutnya. Karena cewek-cewek itu, mengenaliku sebagai “temannya Toni” tak heran jika mereka memanggilku dengan “hei” ketimbang nama. Satu hal yang pasti, cewek-cewek itu tidak ada yang berjilbab. Mungkin Yoni berubah selera.

Clara, cewek cantik keturunan Belanda, kalau tidak salah. Kulit putih dan hidung khas bangsa Eropa, membuat Yoni rajin belajar pengetahuan umum, meskipun jurusan IPA. Setiap kali mereka ngobrol, Yoni memuji-muji bangsa eropa dan betapa indahnya kota-kota, meski dia tau dari novel Sang Pemimpi dan Endensor yang kupinjamkan. Vita, cewek asli jawa tapi nggak bisa sama sekali bahasa jawa, dan nggak bisa juga bahasa Indonesia yang baik dan benar, dengan ngomong khas anak gaul Jakarta, memperparah logat medok Yoni yang ikutan bergaya ngomong bahasa gaul, rasanya pengen nyambit sepatu kuda ke mulutnya. April, cewek high level, cewek yang kalau dia ngomong dan bergaya, dan kebetulan kamu lagi apes di sebelahnya, rasanya kamu bakal terlihat kayak gelandangan. Itulah, tiga cewek yang paling dekat dengan Yoni, dan dia tak pernah lelah bercerita sekaligus pamer kedekatan dengan mereka kepadaku.

Dari ketiga cewek itu, yang paling menarik minat Yoni adalah April. Tantangannya lebih, katanya padaku di suatu sore. Yoni baru saja mengenal, tentang keluarga April, yang ternyata rumahnya tidak jauh dari komplek kami. Kedua ibu mereka adalah teman arisan dan sepergosipan. Tak heran jika Yoni bisa mengenal April sebegitu detilnya. Tapi ada hal yang dia tidak tahu. Nanti aku ceritakan untukmu.

“Ayo bro ikut aku ke mall!” di suatu siang yang terik Yoni sudah berada di atas motor sambil memanggil namaku. Dengan situasi yang seperti ini, jelas sekali kalau dia sedang tidak mengajakku untuk kencan. nggak banget. “Mamanya April ultah, aku mau kasih kado.” Yoni bercerita betapa mereka sudah sangat dekat dan semakin banyak pula cerita dan pamer yang harus aku dengarkan. Aku sendiri sebenarnya ingin pamer kedekatanku dengan cewek. Tapi aku hanya berhasil dekat dengan cewek yang kami sama-sama duduk di belakang, Rani, dan dia seharusnya tipe Yoni, berkerudung, alim dan manis. Ah tapi kami hanya saling ngobrol saja, ketika Yoni sedang asik ngobrol dengan cewek-ceweknya.

“Enaknya beli apaan ya?” Yoni beretorika. Sebenarnya aku ingin mengusulkan agar kasih kado daster saja. Tapi, seingatku di sinetron nggak ada orang gaul, seperti mamanya April pake daster, kebanyakan daster dipakai oleh pembantu.

Untungnya, setelah kami berputar-putar ada toko tanaman dengan sistem gel sebagai penganti tanah. Yoni tiba-tiba saja punya argumen yang cukup brilian. “Mamanya kan, ibu rumah tangga, jelas banget sering di rumah, dan biasanya suka nanem. Cocoklah buat kado.” Aku tak mau membantah argumennya, karena emang penasaran reaksi Mamanya April.

“Bro, kita anter sekarang aja.”

“Hah? jam segini? sinting lu ye” Aku menunjukan angka jam 3 sore di hape. Maka kami pun, menunggu di pos satpam tak jauh dari rumah April. Mirip banget debt collector yang mengintai kreditor macet. Saat-saat seperti ini sangat menyebalkan, karena Yoni akan mulai bercerita tentang cewek-cewek yang sedang di-sms-nya. Tapi cukup seru juga, ternyata cewek-cewek itu ada juga tak seperti yang aku bayangkan selama ini.

“Bro, bukannya lu masih pacaran sama Lidya anak kelas 12-IPA-1, kan?” Tanyaku sedikit antusias.

“hehehe, iya bro. Ya apa boleh buat bro. lagian kita ini kan masih jaman cinta monyet bro, monyet itu suka loncat dari dahan ke dahan. dari cewek satu ke cewek lainnya. hehehe”

Aku hanya mengangguk-angguk saja, atas argumen cerdasnya. Tapi memang, benar juga. Tapi tiba-tiba terpikir hal yang belum aku ceritakan kepada kalian, aku juga belum cerita ke Yoni, padahal hal ini penting sekali. Sangat penting. Kuberitahu saja kepada kalian, bahwa sebenarnya selama ini aku sering sms dengan Rani, cewek yang berkerudung itu, dia ternyata dicurhati oleh cewek-cewek yang di sms Yoni, dan Rani curhat kepadaku. Yoni juga curhat kepadaku. Mungkin aku memang ‘tempat sampah’ yang baik. Dan banyak fakta yang aku tahu dari Rani, yang cukup membuatku tidak tega dengan Yoni.

“Eh, makasih ya” Mamanya April menerima kado dari Yoni, aku sendiri hanya duduk di atas motor agak menjauh. Yoni bertanya, apa dia bisa ketemu dengan April, dan jawaban Mamanya April cukup membuat dirinya kehilangan wajah penuh semangat seperti sebelumnya. “Wah, April lagi jalan sama pacarnya.”

Ternyata, Yoni tidak berhenti di situ saja, dia mulai gencar dengan cewek-cewek lainnya dan tentu saja curhatnya kepadaku semakin deras dan menyebalkan, tapi untung saja, ada curhat dari sisi yang lain, Rani. Rasanya aku jadi peramal, yang tahu masa depan Yoni. Tapi aku sungguh salut padanya, bahkan, dia masih saja mendekati April.

“Kalau gini terus, bukannya lu selingkuh bro?” Tanyaku saat dia curhat bahwa sekarang sudah dekat dengan Clara.

“Seperti yang pernah aku bilang bro, gak apa-apa lah bro, namanya juga cowok. lagipula si doi juga gak tau. Yang penting aman lah. hehehe”

Jahat sekali dia. kalau jadi aku, udah aku putusin pacarku. kasian dibohongin terus. Tapi memang ada karmanya, Yoni ditolak Clara, ya karena pasti keyakinan mereka berbeda. Bukan karena agama, tapi keyakinan Yoni bahwa Clara juga suka dia, dan keyakinan Clara bahwa Yoni adalah cowok playboy. Keyakinan yang berbeda sekali. Tentu saja hal itu sudah aku ketahui dari Rani, yang selalu bersms ria denganku tiap malam.

Hingga puncaknya, saat Yoni mulai bergerilya mendekati Vita, aku mendapati kabar dari Rani, bahwa akan ada D-Day. Aku sendiri tidak tahu hingga aku juga ikut kaget saat ketiga cewek beserta beberapa cewek figuran yang pernah didekati Yoni, bersama-sama melabraknya di depan kelas LBB. Mereka berhasil mempermalukannya dengan menyiram es dawet ke wajahnya.

Sungguh kasian sekali Yoni, aku hanya bisa memberinya tisu untuk mengelap wajahnya. Tapi untungnya dia masih punya pacar. Dia bisa kembali dan setia dengan pacarnya. Karma mengembalikan dia ke pada yang semestinya. Tapi ironisnya karma juga bisa menghilangkan apa yang dipunya, contohnya saja aku, yang baru beberapa hari kemarin akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri hubungan dengan pacarku, tapi sayangnya Rani bilang kalau aku hanya dia anggap sebagai kakaknya saja. Tidak lebih. [*]

20130926

 gambar dari sini: http://www.deviantart.com/art/Playing-With-Hearts-192759953


by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *