なにがあっても、あきらめないで

in

What They Don’t Talk About When They Talk About Love (2013) : Cinta Luar Biasa yang Sederhana

Gegara baca review blog langganan, yang rata-rata isinya memuji kehebatan film indonesia ini,  saya langsung mutusin untuk nontonnya. Pujian atas film ini karena film ini adalah film Indonesia pertama yang berhasil lolos seleksi di Sundance Film Festival.  Film dengan judul Indonesianya, “Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta”, akhirnya dirilis secara terbatas di bioskop Indonesia.

Don’t Talk About Love atau Tidak Bicara Cinta, singkatan judul film ini, adalah sebuah arthouse. arthouse adalah sebuah istilah dalam dunia perfilman yang sering dianggap “kasta tertinggi”. Kalo diibarat lukisan, arthouse itu lukisan abstrak , yang bagi orang awan dianggap gak jelas, gak menarik, tapi bagi sebagaian orang yang bisa merasakannya, lukisan itu tak ternilai harganya. Sama seperti film, arthouse sering kali dianggap karya tak jelas yang berat, memerlukan analisa visual yang tinggi, atau kalo saya bilang, film level dewa. Saya sendiri sering ngantuk dengan film jenis ini. hahaha.

Cinta adalah topik paling klise dan sekaligus paling penting di setiap film. Sudah banyak media, tidak hanya film, yang membahas tentang cinta. dan Tidak Bicara Cinta adalah film Indonesia yang paling keren yang mampu menceritakan tentang cinta secara keren juga tentunya. Film ini adalah film minim dialog terkeren (yang pernah saya tonton) setelah film Korea berjudul 3-iron. Film yang mengandalkan kemampuan imajinasi penonton, bahkan tanpa perlu tau dialognya.

http://i.imgur.com/22qX5sT.jpg?1

spoiler alert!

Tidak Bicara Cinta, berkisah tentang Diana (Karina Salim), penderita low vision (yang hanya bisa melihat jarak 1 inch), ‘terbuang’ di sebuah sekolah-asrama anak-anak cacat difabel (different ability people). Dia jatuh cinta dengan murid baru, Andhika (Anggun Priambodo) yang menderita kebutaan. Di asrama, Diana bersahabat dengan teman sekamarnya, Fitri (Ayushita) yang cinta dengan teman imajinasinya ‘hantu pak Dokter’ (Nicholas Saputra). Film ini bercerita tentang kisah cinta mereka dari awal tapi tidak seromantis yang dikira, jauh di atasnya.

awesomeness in silence!

Gaya penceritaan yang lambat, surealis, minim-dialog, sudah saya antisipasi di film ini. Berbeda dengan film-film yang bergenre difabeliti kecacatan yang membuat penonton menangisi tokoh film, Tidak Bicara Cinta, justru membuat kita merasakan apa yang dirasakan orang-orang difabel. bagaimana mereka bisa menerjemahkan suara-suara dan sentuhan di sekitarnya, bagaimana mereka melakukan hal yang biasa-biasa secara biasa-biasa saja, padahal tidak. Bayangkan saja bagaimana penderita kebutaan, saat haids, dan saat mereka memakai pembalut. Damn, saya jadi pengen teriak kesetiap orang difabel “kalian luar biasa!” dan  film ini sukses mengubah anggapan penonton tentang kaum difabel tidak sampai serapuh yang dibayangkan. membuat film ini lebih manusiawi.

Penonton tidak dibiarkan menikmati film secara instan saja. Sutradara Mouly Surya, menyeret kita untuk merasakan, susahnya-mengerti-dunia dengan keterbatasan yang dialami tokoh dalam film ini, dengan cara tidak biasa tentunya. Tetiba saja kita diajak dalam sebuah adegan dimana rasa terdengar sangat hening (saking heningnya suara dentuman film iron man studio sebelah sampe kedengeran :hammer:), dimana hanya backsound piano, tapi apa yang saya rasakan, adegan itu sangat ramai dan penuh, sanggup mengutarakan ribuan bahasa yang entah kenapa langsung bisa dimengerti. Apalagi dipertengahan film ada adegan dimana penonton dibuat seakan-akan menderita ketulian mendadak, membuat penonton terjerumus dalam dunia tokoh film ini. Sutradara Dewa!

Oiya, meski film ini arthouse, kalian tidak perlu berpikir keras, atau merasa film ini berat, cukup tonton dan nikmati saja film ini, akan ada adegan atau scene sebuah pengandaian yang diselipkan disetiap film ini. Tidak perlu berpikir akan ada twist yang njelimet, sampe pusing (dibeberapa reviewer nih yg bilang twist -_-). scene-scene pengandaian itu membuat dasar film ini menjadi kuat, dan memberikan pertanyaan pada kita, ‘jika mereka tidak difabel, akankah cerita cinta mereka akan sekeren sekarang ini?’ dan film ini membuat semua film romantis menjadi klise.

Overall, film ini non-mainstream, keren, tidak menggurui, tidak ada pesan-pesan sok bijaksana yang dijejalkan tiap adegan, dan simpel. Film ini mengajarkan bahwa cinta itu sederhana. datang dari siapa saja, meski dari orang yang tidak biasa.

Rating dari saya: 9/10 | 5 of 5 Stars

gambar dan info:
situs resmi
IMDb